Priscilla, gadis manja yang perlahan binal
Disclaimer : Cerita ini 100% fantasi penulis. tidak ada kisah nyata dalam cerita ini. jika ada kesamaan tempat / tokoh hanya kebetulan semata.
PART 1
BALASAN MANIS UNTUK SUPIRKU
ILUSTRASI PRISCILLA
Namaku Priscilla, Aku adalah anak tunggal dari keluarga yang cukup sibuk. Orang tuaku memiliki bisnis ekspor yang mengharuskan mereka sering melakukan perjalanan bisnis. Namun, hingga saat ini aku makin terbiasa hidup sendiri. Kini aku sudah kelas 3 SMA, usia 18 tahun. Aku memiliki wajah yang cantik, putih bersih khas Chindo pada umumnya. Tinggiku 152cm dengan berat 42kg. Sangat ideal untuk anak seusiaku. Apalagi aku dikaruniai tubuh yang sangat seksi dengan ukuran payudara 34C. Untuk urusan seks, janga ditanya. Aku melepas keperawananku setahun lalu dengan mantan pacarku, namun kami hanya menjalin hubungan selama 3 bulan. Aku yang memutuskan hubungan dengannya karena mantanku itu overprotektif. aku tidak boleh menggunakan baju yang ketat lah, harus pake kaos dalam pas ke sekolah, tidak boleh pake rok pendek dan bla-bla-bla yang lainnya. Banyangin aja udara di Surabaya begitu panas, masih harus pakai kaos dalam lagi, bisa keringetan aku, dan pastinya ga nyaman banget. Padahal setelah aku melepas keperawananku, keingin tahuanku tentang seks justru malah menjadi-jadi. Aku semakin sering masturbasi di kamar dan menonton video bokep.
Oke, kita kembali ke kejadian hari ini. Setelah aku berpamitan, aku menuju garasi dimana biasnaya aku diantar oleh supirku, Wawan, usianya baru sekitar 25 tahun namun sudah ikut jadi supir orang tuaku sejak dia umur 19 tahun. Ya dia memang menjadi supirku sejak aku kelas 1 SMP hingga saat ini. Sesampainya di garasi, aku melihat mobil sudah siap dan dipanasi, namun orangnya tidak kelihatan. Aku cari-cari di depan juga tidak terlihat.
“Pak Imam, lihat Wawan ga?” Kataku pada tukang kebun keluargaku.
“Ngga tuh non,” Balasnya. “Coba lihat di belakang.
“Wan! Ayo.. terlambat aku,” teriakku polos.
Aku langsung masuk ke dalam mobil, biasanya aku duduk di belakang, namun kali ini aku duduk di depan aku pingin tau reaksi supirku ini dari kaca spion. Benar saja, supirku menuju ke mobil dengan resleting jeans yang baru dia tutup dan kaos yang masih agak berantakan.
“Pagi non, maaf perut saya mules tadi,” kata supirku berbohong.
“Iya ga papa, ayo Wan.. nanti aku telat,” balasku.
“Tumben non duduk depan?” balasnya lagi.
“Iya nih gerah banget hari ini,” kataku sambil mendekatkan diriku pada AC.
“Aku tidur bentar ya, nanti sampai sekolah bangunin,” kataku
“Huft, untung ga ketauan isa gawat nek ketahuan non Cilla,” ucapnya.
Tanpa dia sadari, aku mendengar ucapannya. Namun aku tetap pura-pura tidur hingga sudah sampai dekat sekolah. Sambil mengantre hingga depan drop-off, Wawan membangunkanku dengan menepuk pundakku pelan. Namun aku masih pura-pura tidur karena tau masih agak jauh hingga drop-off area sedangkan aku mau tau apa yang dia lakukan selanjutnya.
“Wah, non Cilla pules banget tidurnya,” Lanjutnya.
“Ayo non bangun sudah dekat sekolah,” Sambungnya sambil menepuk pahaku kali ini, namun tepukannya terasa sambil merabai paha mulusku.
“Wih, non Cilla ini benar-benar kecapean mungkin ya, ga bangun-bangun,” gumamnya.
“Kalo lagi tidur gini ya ampun seksinya majikanku ini,” ucapnya pelan.
“Oh udah mau nyampe ya Wan,” ucapku.
“Eh.. iya.. emh.. non,” jawabnya agak terbata-bata.
“Ya udah mang, aku turun disini aja, nanti siang jemput aku jam 3 ya, aku mau latihan basket dulu,” balasku.
“Non Cilla, Parkirnya disini,” Teriak seseorang
“Oh iya iya, aku kesana,” Balasku menjawab supirku.
“Wan, ac nya nyalakan agak besar ya, panas banget nih abis main basket,” Kataku.
Setelah itu, aku rebahkan sandaran kursiku dan kembali pura-pura tidur. Aku mau meilhat apa yang akan dilakukan supirku terhadap diriku. Beberapa saat setelah jalan, sengaja aku mengangkat lengan kananku ke atas, sehingga ketiakku dan celah dari lenganku terlihat jelas, otomatis samping braku juga akan terlihat jelas. Namun sepanjang jalan sepertinya supirku ini masih kuat menahan mental walau kadang beberapa kali dia menelan ludah pada saat melirik diriku. Bahkan pada salah satu perempatan, saat masih menunggu lampu merah, supirku ini mulai berani mengusap kepalaku yang penuh keringat dengan tissue. Aku masih terus pura-pura tidur untuk melihat sejauh apa dia berani terhadap diriku. Hingga sampai ke rumah, supirku ini hanya sesekali menyentuh braku yang ada di balik baju basketku. Perlahan sekali supaya aku tidak sadar, namun terasa kalau payudara kananku diusap lembut dibalik bra.
“Non, sudah sampai rumah, mobil juga sudah sampai garasi,” ucapnya.
Namun aku pura-pura tidak mendengar dan melanjutkan pura-pura tidur. Karena beberapa kali tidak bangun, akhirnya supirku mengangkat tubuhku dan menggendongku ke kamar yang terletak di lantai 2. aku tahu jam segini tidak ada orang di rumah, kedua orang tuaku sedang di pabriknya. Setiap hari seperti ini, siang hanya bertiga dengan Wawan dan Pak Imam. Biasanya aku pulang kalau menjelang malam, sehingga ada orang tuaku. Tapi kali ini aku akan buat rumah ini lebih berwarna. By the way, kuat juga dia supirku ini menggendongku sampai kamar sambil masih pura-pura tidur. Sesampainya di kamar, Wawan langsung menaruhku di kasur. Bukannya meninggalkanku, aku melihat tipis dia menutup gorden dan malah mengunci kamar. Wah, pancinganku berhasil kayaknya. Supirku ini udah nafsu tingkat dewa. Setelah merasa semua aman, Wawan langusng naik ke kasurku dan mulai menciumiku dengan penuh nafsu. Aku langsung pura-pura terbangun dan memekik, tapi mulutku langsung dibekap oleh supirku ini.
“Udah, non Cilla diem aja, seharian ini aku udah dibuat nepsong sama non Cilla,” Ucapnya sambil meremas payudaraku.
Aku mengangguk tertahan, ada sedikit ketakutan juga tapi aku bener-bener nafsu juga lihat supirku coli pakai foto diriku.
“Pokoknya non Cilla harus muasin aku sekarang,” Balasnya.
Tiba-tiba dia langsung berdiri membuka celana dan langsung memasukkan penisnya ke mulutku. Mulutku langsung tersumpal hingga aku batuk-batuk. Begitu aku ada kesempatan, aku dorong dia hingga tersungkur di kasur. Namun begitu dia mau menyergapku lagi aku langsung menghardik
“Stop!” Ucapku. “Kalo mau ngentot bilang aja, ga usah gini2 segala, sakit tau.”
“Hah? Non Cilla ga marah?” Katanya sedikit tidak percaya.
“Ngga. Tapi jangan kayak tadi, sakit anjir,” balasku.
“Iya deh, sekarang maunya non Cilla gimana aku ikut deh,” Balas supirku ini.
“Udah sini, berdiri disini, diem aja, jangan ribut ntar ketauan yang lain,” Ucapku.
“Nanti lagi ah aku mau mandi dulu, lagian aku bau loh tadi abis basket,” Ucapku menggodanya.
Supirku tiba-tiba mengangkat tubuhku dan membenamkan mukanya di ketiakku. Aku sampai kaget dengan ulahnya.
“Aduh, baunya non Cilla enak banget,” Ucapnya sambil memejamkan mata
“Bau lebus kan?” Ucapku
“Ngga beneran non, enak kok,” balasnya.
“Non, kalo ajak Pak Imam boleh?” Tanya Supirku
“Main bertiga?” tanyaku.
“Iya non, Pak Imam juga demen sama non Cilla,” Balasnya.
“Panggil aja Wan,” ucapku.
“Pak Imam, tolong bantu Cilla di kamar ya,” Ucapku.
“Iya Non.. sebentar,” Balasnya dari kejauhan.
“Langsung masuk aja Pak Imam, ga dikunci kamarnya,” Teriakku lagi.
“Iya non.. sebentar nanggung,” Terikanya lagi.
“Ada apa …,” kata-katanya berhenti melihat kelakuan kami
“Apa-apaan ini, Wan. Jangan kurang ajar sama non Cilla,” Bentaknya.
“Sabar-sabar Pak Imam, Wawan ga kurang ajar kok,” kataku .
“Ini beneran non,” Katanya.
“Iya bener. Ga mau pak?” Balasku.
“Ya jelas mau non, Pak Imam udah bayangin hari ini dari dulu banget,” Katanya.
“Non, boleh pegang itunya,” Kata Pak Imam masih tidak percaya.
“Iya boleh Pak,” Kataku sambil memegang tangannya dan meletakkannya di payudaraku.
“Asyik.. dapet bonus gede dari Non Cilla, Ayo Wan jangan sungkan-sungkan,” Katanya.
Kini Wawan sudah mulai mengambil posisi untuk memasukkan penisnya ke dalam Vaginaku. Aku sendiri memposisikan diri supaya lebih nyaman menerima tusukannya. Perlahan tapi pasti Wawan memasukkan batangnya ke dalam vaginaku yang sudah sangat-sangat becek.
“Emph!!” desahku mengiringi tenggelamnya kepala penis Wawan.
Bibir vaginaku sudah melingkari leher penis Wawan yang berusaha menekan masuk. Beberapa saat, dia mencoba menekankan penis lebih kuat hingga aku harus mengerang. Entah sanggup atau tidak vaginaku menampung batang di selangkangan Wawan. Lalu dengan hentakan kuat, penis itu ambles sepenuhnya di dalam vaginaku. Aku sendiri hanya bisa memejamkan mata dan menahan ngilu yang ada di vaginaku. Pak Imam berusaha menenangkanku dengan mengusap rambutku namun tetap tangan yang satunya memberikan rangsangan pada putingku. Setelah beberapa saat rasa ngilu itu berganti rasa yang lebih nikmat, pompaan penis Wawan yang tidak terlalu kencang membuat aku semakin nyaman dengan perlakuannya. Sesekali dia memeluk tubuhku dan mencium bibirku. Setelah puas posisi missionary ini Wawan mencabut penisnya dan memposisikan diriku menungging dan dia melanjutkan mempompaku dengan posisi doggy style. Posisi ini membuat Pak Imam duduk di depanku. Dia mengusap pipiku, dan menciumiku, pipi dan mulutku menjadi bulan-bulanan pak Imam. Setelah puas Pak Imam malah duduk bersila dihadapanku melihat raut mukaku yang mungkin aneh karena menikmati digenjot dari belakang. Tangannya juga selalu meraba kedua payudaraku yang menggantung seakan takut terlepas dari pangkalnya.
“Enghh.. Wan.. aku mau keluar ini,” Erangku akan mencapai orgasme.
“Bentar non tahan, aku juga udah puncak nih,” Racau nya.
“Dalem aja ga apa Wan, lagi ga subur kok..,” Lanjutku.
“Emphh..,” Erangku sambil bergetar.
Seluruh tubuhku bergetar karena orgasme ini. Cairan cintaku dan sperma dari supirku ini juga meleleh keluar. Aku yang sudah kelelahan ini ambruk di kasur masih dalam posisi menungging. Mataku masih terpejam, bahkan aku tidak tahu Pak Imam sudah dalam posisi akan menusukku dari belakang. Aku hanya bisa mengerang saat Pak Imam memasukkan penisnya dengan lebih mudah karena mungkin lubang vaginaku sudah lebih elastis dan licin oleh sperma dan cairan cintaku tadi. Sama sekali genjotan Pak Imam tidak menyakitiku. Dia begitu lembut memainkan tempo. Aku benar-benar dibuat melayang olehnya. Wawan yang sudah puas, duduk di pinggiran kasur sambil melihat kami bersetubuh. Pak Imam yang usianya jauh lebih tua dariku ini akhirnya menguasai tubuhku sepenuhnya. Walau dengan tempo pelan, Pak Imam mampu membuatku orgasme kembali. Cairan cintaku muncrat keluar seperti pipis. Tubuhku yang benar-benar lemas ini ambruk di ranjang yang tentunya membuat penis Pak Imam terlepas. Pak Imam membalikkan posisi tubuhku terlentang, lalu kembali memasukkan penisnya di dalam vaginaku. Aku yang sudah melayang ini hanya bisa menggelengkan kepala saat pak Imam meningkatkan temponya. Mungkin karena gemas, dia memeras payudaraku dengan sedikit keras. Aku merintih karena sakit di kedua payudaraku.
“Aw.. sakit susuku pak Imam,” Kataku memelas.
“Susu non Gede sih, gondal gandul dari tadi, jadi gemes,” Katanya
“Pelan-pelan ya pak,” Balasku mengiba.
“oh.. pak.. kok berhenti, jadi pelan banget,” Kataku.
“Loh katanya pelan-pelan non,” Balasnya.
“Bukan mompanya, pak tapi mainin susu aku pelan-pelan,” Kataku lagi.
“Oh kirain mompanya, jadi cepet aja? Balasnya.
“iya pak, yang kenceng,” balasku.
“Arghhh…”
Pak Imam memompa penisnya dengan cepat sekali. Ini juga akhirnya menyakiti vaginaku. Pompaan penisnya membuat suara gaduh kembali seperti tadi dengan Wawan. Ini juga meberikan sensasi yang luar biasa sampai akhirnya aku orgasme untuk yang kesekian kalinya. Beberapa saat kemudian Pak Imam mencabut penisnya dan menyemburkan spermanya di dadaku, cukup banyak sperma yang disemburkannya. Aku sendiri masih terengah-tengah dengan posisi masih mengangkang.
“Enak ya non.. sampe senyum-senyum gitu” Bisik Pak Imam di telingaku.
“Iyah pak, enak banget,” Kataku.
“Non, kami kembali ke kamar dulu ya,” Kata Wawan.
“Makasih ya non buat hari ini,” Kata Pak Imam sambil menepuk payudaraku.
“Wan, Pak Imam, jangan sampe ada yang tau kejadian tadi loh ya,” Aku mengingatkan.
“Tenang non, biar jadi rahasia kecil kita,” Kata Wawan.
“Iya, kalo ketahuan juga nanti kita bakal dipecat sama bos,” Kata Pak Imam.
“Pokoknya kalian boleh kok main-main kayak tadi, tapi selama aku lagi mood. Ngerti,” Kataku.
“SIAP NON!” kata mereka serempak.
“Oh iya, satu lagi Wan, aku ga mau kamu coliin aku lagi kayak tadi pagi,” Kataku sambil memeletkan lidah lalu pergi ke dalam.
“Ooo.. la ternyata non Cilla liat toh,” Katanya samar sebelum pintu tertutup.
(BERSAMBUNG)