Kisah Ustadzah dan Pendeta

BAGIAN PERTAMA​
Hamiz dan Amizah adalah sepasang suami istri yang sudah menikah selama 6 bulan, namun mereka belum dikaruniai anak karena Hamiz terlalu sibuk bekerja sampai jarang ada waktu di rumahnya, wajar saja karena Hamiz harus mengembalikan pinjaman uang untuk pernikahan mereka. Setelah berbulan bulan lembur akhirnya Hamiz bisa sedikit ringan karena akhirnya setengah dari pinjaman dia sudah selesai dibayarkan, namun saat baru saja merasa santai tiba tiba kantor meminta Hamiz untuk kerja di luar kota selama beberapa bulan ke depan. Tentu saja Hamiz menolaknya karena dirinya tidak tega meninggalkan istrinya di rumah sendirian, namun setelah bosnya berkata ada uang bonus dan tambahan akhirnya dia menerimanya juga. Setelah pulang ke rumahnya dan makan malam bersama dengan istrinya, Hamiz berkata pada Amizah, “Nanti ayah harus kerja di luar kota, sebenarnya ayah nolak tapi karena ada tambahan dan bonusnya kepaksa ayah terima kerjaannya.” “Emang buat berapa lama?” Tanya Amizah. “Ah sebentar koq, cuma 2 minggu doang, makanya ayah terima juga.” Kemudian Amizah menanyakan tentang dirinya, “Terus nanti selama 2 minggu aku gimana yah? pulang dulu ke rumah ibu atau gimana??” “Emh.. kalau pulang ke rumah ibu mending jangan deh takutnya kita yang ngerepotin, nanti ayah minta Pak Martinus deh buat jagain kamu.” Jawab Hamiz sambil menyantap hidangan makan malam. “Ga masalah gitu??” “Engga koq, kayanya sih, soalnya pak Martinus kan pendeta, jadinya ayah percaya kalau dia bakalan jagain mam, lagian dia pernah bilang butuh kerjaan, nanti ayah bayar deh buat jagain mama.” Jawabnya dengan singkat. “Udah ayah ngomong sama pak Martinus?” “Ya belum hehehe abis ini deh, nanti ayah main ke rumahnya.” Kemudian setelah selesai menyantap makan malam Hamiz izin pergi keluar rumah untuk berbicara dengan pak Martinus mengenai permintaannya menjaga istrinya yang sendirian di rumahnya. Setengah jam kemudian Hamiz kembali ke rumahnya dan berkata kalau Pak Martinus tidak keberatan menjaga Amizah di rumahnya, “Nantinya Pak Martinus bakalan check tiap pagi, siang, sore sekalian bantu bantu mama kalau mama lagi butuh bantuan, palingan juga bantu beres beres dan angkat angkat barang, tadi ayah dah bilang katanya ga enak kalau cuma check doang.” “Emh ya udah deh kalau emang maunya bantuin mama juga, sekalian ayah bantuin keuangannya Pak Martinus, kasian juga pendeta tapi jarang dipanggil ke gereja.” Kemudian setelah berbincang tentang banyak hal mereka pun segera pergi ke kamar, Amizah bertanya saat mereka tiduran di kamar, “Mau main dulu ga sebelum tidur?” “Pengen sih ma, tapi kayanya ayah istirahat dulu deh, besok harus bangun subuh, beresin baju, terus buru buru ke bandara, takutnya ayah kecapean, mending tidur deh sekarang.” Jawab Hamiz sambil membalikan tubuhnya. Amizah hanya mengangguk sambil menerima keadaan, “Emh ya sudah deh, ayah istirahat aja.” Hamiz tidak tahu kalau wajah Amizah sedang kecewa karena sebenarnya Amizah sedang pengen, wajar saja karena mereka pengantin baru namun jarang melakukan hubungan suami istri karena Hamiz yang terlalu lelah bekerja. Namun sekalinya mereka melakukan hubungan suami istri, Hamiz selalu dengan cepat orgasme, alasannya adalah karena kelelahan bekerja dan Amizah pun percaya karena Hamiz yang selalu lembur bekerja. [esok harinya] Di pagi hari yang mendung, sehabis mereka berdua selesai sarapan, Amizah membantu Hamiz dengan mempersiapkan segala keperluan dan memasukan beberapa pakaian ke dalam kopernya, tiba tiba setelah semua selesai dipersiapkan Amizah mengajak Hamiz untuk melakukan hubungan suami istri untuk terakhir kalinya karena entah kenapa pagi ini tiba tiba nafsu Amizah sangat besar, apalagi dengan suasana mendung seperti mendukungnya. Sayangnya Hamiz lagi lagi menolak permintaannya dengan alasan takut kalau kecapean ketika sampai di kota tujuan dan saat Amizah meminta oral atau foreplay saja tiba tiba suara klakson mobil terdengar yang artinya jemputan telah sampai, terpaksa lagi lagi Amizah harus menahan nafsunya kembali. Hamiz lalu pamitan keluar kamar untuk menghubungi Pak Martinus untuk berkata kalau sebentar lagi dirinya akan pergi ke bandara dan Pak Martinus sudah bisa bekerja hari ini. “Baik pak, nanti setelah saya membersihkan rumah akan segera pergi ke rumah bapak.” Jawab Pak Betus ketika menerima kabar dari Hamiz. “Siap pak, terima kasih ya sudah mau membantu keluarga saya, kalau gitu saya sekalian pamitan ya kebetulan mobil kantor sudah tiba, assalamualaikum eh maaf maksud saya selamat pagi.” Setelah Hamiz menutup teleponnya dia pun pamitan dengan istrinya dan Amizah membantu Hamiz dengan membawakan kopernya menuju mobil, setelah semua siap Hamiz pun pergi dengan diantarkan mobil kantor ke bandara. Setelah Hamiz pergi, tidak lama dari itu Pak Martinus datang dengan berjalan kaki karena memang rumah mereka yang cukup dekat, “Selamat pagi bu.” “Eh Pak Martinus, selamat pagi juga, mari pak masuk, mau sekalian sarapan dulu?” “Oh ga apa apa bu saya sudah sarapan, kalau gitu biar saya bantu beresin halaman rumah ibu ya.” Kata Pak Martinus sambil masuk ke halamannya. “Baik pak, kebetulan saya juga harus beres beres di dalam rumah, kalau gitu saya duluan ya pak, kalau ada perlu apa apa bisa panggil saya di dalam rumah.” Kemudian baru saja Amizah masuk ke dalam rumah dia balik lagi dan bertanya, “Pak Martinus mau minum apa? Air mineral atau kopi atau teh?” “Kalau ga ngerepotin boleh teh manis anget.” “Sebentar ya pak saya bikinkan.” Lalu Amizah pun masuk ke dalam rumah. 5 menit kemudian dia kembali dengan membawa teh manis hangat yang dimintanya, “Pak Martinus, silahkan diminum, saya taruh disini ya.” Kata Amizah sambil menaruh gelas besar di atas meja yang ada di beranda rumahnya. “Baik bu, terima kasih ya.” Setelah Amizah menjawabnya, dirinya pun pamitan untuk beres beres di bagian dalam rumah. “Sayang banget, padahal gagah dan ganteng tapi hidup sendiri karena milih jadi pendeta, ga boleh nikah deh.” Sahut Amizah pada dirinya sendiri. Tidak begitu lama, sekitar setengah jam, hujan tiba tiba turun dan Pak Martinus langsung berlari masuk ke dalam rumah dan mendapati Amizah yang hanya memakai gaun tidur pendek tanpa lengan dan tanpa mengenakan kerudung, “aduh bu gimana sih, kan masih ada saya disini.” Kata Pak Martinus sambil menutup matanya dengan kedua tangannya. “Maaf pak, anu, saya pikir habis dari luar bapak mau segera pergi.” Jawab Amizah sambil membalikan tubuhnya, namun sebelum berbalik Amizah terfokus pada tonjolan di bagian tengah celananya, terlihat lebih besar dari suaminya, dalam hatinya Amizah berkata “Astaga gede banget, lebih gede dari laki gw.” Beberapa saat Amizah memperhatikan tonjolan tersebut sampai akhirnya Pak Martinus bertanya, “Anu maaf bu, sudah ditutup?” “Eh iya sudah pak.” Jawab Amizah. Pak Martinus membuka matanya dan bukannya melihat belahan dada kini dirinya malah melihat pantat semok Amizah yang dulu selalu terhalang. “Wah ibu sengaja kayanya ngeliatin ke saya, tadi dadanya sekarang belakangnya.” Amizah pun tersenyum dan meminta maaf sambil berusaha menutup dada dan pantatnya kemudian minta izin untuk mengganti pakaian dengan gamis yang lebih sopan namun dengan sedikit bercanda, “Kalau gitu saya pamit dulu buat ganti pake baju yang lebih sopan, atau mau pake kaya gini aja hehehe.” Pak Martinus pun hanya terdiam sambil terpana melihat Amizah yang dulu selalu tertutup kini terlihat sangat terbuka dan sangat menggairahkan, apalagi saat ini di rumah itu hanya ada mereka berdua, belum lagi dengan suasana pagi hari yang dingin dan sedang turun hujan dengan derasnya, sungguh mendukung suasana. Tanpa disadari kedua insan berbeda kelamin pun terangsang karena suasananya. Amizah pun menggoda Pak Martinus dengan berkata, “Em.. ya sudah kalau Pak Martinus ga keberatan saya pake baju kaya gini, kalau gitu saya lanjut pel ya pak, bapak disitu aja, sambil nunggu hujan, jangan kemana mana.” Sebelum Pak Betus menjawab, Amizah pun pergi ke belakang untuk mengambil ember, air pel, dan kain handuk kecil yang biasa dipakai untuk pel lantai. Setelah kembali Amizah langsung pel lantai dengan cara menungging sampai ngelap lantai dengan kedua tangannya, maklum saja Amizah tidak memakai stik karena dirasa lebih bersih menggunakan tangan, dan Pak Martinus yang melihatnya semakin tergoda dengan pantat semok Amizah yang bergoyang kesana kemari mengikuti irama pinggulnya. Setelah ruangan seberang beres di pel kini tinggal 1 ruang yang dipakai pak Martinus istirahat yang belum di pel, Pak Martinus semakin bisa melihat bongkahan pantat itu bergoyang di hadapan dirinya, membuat tonjolan di celananya semakin besar saja. Beres pel ruangan itu Amizah kemudian menaruh kain pelnya dan duduk tepat di samping Pak Martinus, siapa yang sangka kalau bagian depan Amizah jauh lebih menggairahkan dari pada bagian belakangnya, bagian tubuhnya terlihat basah karena keringat dan air pel, apalagi posisi duduknya yang menyandarkan tubuh ke sofa sehingga membuat dadanya semakin jelas terlihat. “Ga nyangka ya pak, pel gitu aja cape banget, sampe aku keringetan loh.” Kata Amizah sambil mengusap keningnya sendiri. Pak Martinus tidak menjawab dan Amizah pun terdiam melihat Pak Martinus yang seolah menatapnya tajam, entah suasana yang mendukung atau keduanya sudah dilanda nafsu, Amizah dan Pak Martinus tiba tiba saling mendekat satu sama lain dan entah siapa yang memulai tiba tiba mereka saling rangkul dan saling ciuman, dan entah bagaimana caranya meskipun Pak Martinus masih kaku karena baru pertama kalinya ciuman namun Amizah sangat menikmatinya. Lama ciuman akhirnya mereka pun tersadar dan melepaskan diri masing masing dan duduk di bangku yang sama. “Duh maaf bu, sepertinya saya khilaf.” “Oh ga apa apa koq pak, saya juga yang salah soalnya…” Amizah terdiam dan tidak berani melanjutkan kalimatnya bahwa dirinya sedang ingin dan sudah lama tidak mendapatkan jatah dari suaminya. “Soalnya apa bu? Lagi pengen??” Pak Martinus nekad bertanya demikian.​

BAGIAN DUA​
Amizah pun tersentak seolah tahu apa yang dimaksudnya, namun dia tetap berpura pura untuk menjaga harga dirinya, “ih apa sih pak, eng.. engga koq.” Tentu sambil memalingkan wajahnya agar tidak terlihat wajahnya yang memerah. “Oh ya sudah bu saya minta maaf, kalau gitu saya pamitan ya bu, hujannya udah mulai agak reda, lantainya juga agak kering, soalnya saya yang pengen hehe.” Saat Pak Martinus berdiri dan melangkahkan kakinya, Amizah memanggilnya, “Eh tunggu pak, anu.. emh.. bisa bantuin saya dulu ga.. emh.. beresin kasur?” “Oh boleh bu.” Jawabnya singkat. Mereka pun segera pergi ke kamar utama dan ketika dibuka, ternyata kasurnya dalam kondisi rapi dengan sprei dan sarung bantal baru, “Loh itu masih baru bu, masih wangi, udah rapi banget malahan.” Amizah lalu membalikan tubuhnya menghadap Pak Martinus dan meletakan tangannya di belakang tangannya sambil merapikan rambutnya dan berkata, “Emh bukan buat dirapikan pak, bukan diganti juga, bisa emh.. bisa bapak bantu berantakin ga? soalnya ga seru kalau saya berantakin sendiri hehe.” Sebenarnya ingin sekali Pak Martinus menolaknya karena ajaran yang dia yakini, namun melihat kesempatan dan pihak gereja pun sudah lama sekali tidak menghubunginya, akhirnya Pak Martinus menjawab, “Boleh bu.” Amizah tahu kalau Pak Martinus masih kikuk dan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena belum pernah melakukannya, maka Amizah memutuskan untuk mengambil inisiatif untuk menarik tangannya dan duduk di atas kasur, lalu merangkul pundaknya dan mencium bibirnya, Amizah pun sempat mengarahkan agar Pak Martinus meletakan kedua tangannya di pinggulnya. Kini Pak Martinus sudah lebih leluasa lagi dalam hal ciuman terasa dari gerakannya yang terasa sudah tidak kaku lagi, Amizah kemudian melepaskan ciumannya dan Pak Martinus tanyakan kenapa, Amizah menjawab, “Sekarang pak Martinus pegang ininya ya, cobain deh pasti enak banget.” Kata Amizah sambil menunjuk belahan payudaranya. Pak Martinus tersenyum lalu dengan kedua tangannya dia letakan ke atas toket besar yang selama ini selalu ditutup oleh kerudung besar yang menutupinya, Pak Martinus mengusapnya dari ujung satu ke ujung lainnya, kemudian Pak Martinus remas toket itu dengan keras namun tidak bertenaga. Puas beberapa kali meremas kemudian Pak Martinus melepaskan kaitan tangan pada gaun tidur yang dikenakan Amizah lalu menurunkannya perlahan sampai akhirnya kedua toket besar itu terlihat seutuhnya tanpa ada penghalang. Mata Pak Martinus melotot dan takjub melihat ukurannya yang lebih besar dari saat masih memakai gaun tidur yang terbilang tipis dan kecil, tanpa menunggu lama lagi, Pak Martinus pun menyusu pada salah satu toket Amizah dengan tangan satunya meremas toket lainnya, bergantian Pak Martinus meremas dan menyusu pada kedua toket Amizah sampai akhirnya dia tidak tahan juga dan menghisap jauh lebih keras dan keras lagi saking gemasnya, saking keras ciumannya sampai sampai muncul tanda cupang yang tercetak jelas memerah pada toketnya. Pak Martinus melepaskan ciuman pada toketnya dan melihat hasilnya, dia senang melihat tanda merah itu dan Amizah pun menjelaskan kalau yang dilakukannya adalah cupang, kemudian Pak Martinus melakukannya lagi pada toket satunya sehingga kini kedua toket itu memiliki tanda merah yang sama, Pak Martinus senang melihatnya kemudian dia minta izin pada Amizah untuk mencupang seluruh toket besarnya, “Silahkan pak, puasin diri bapak sendiri, anggap Amizah istri bapak, lagi pula suamiku baru pulang 2 minggu lagi,, aahh.. aah.. ya gitu terus pak aahh..” Desah Amizah ketika Pak Martinus mendadak mencium dan mencupang kedua toket besar Amizah dengan rakus bergantian kiri dan kanan. Cukup lama Amizah dicupang dan menyusui sampai akhirnya dia basah dan tidak kuat lagi, lalu dirinya berkata, “Sekarang giliran saya ya, udah ga kuat.” Kata Amizah sambil melepaskan kaitan celana Pak Martinus. Namun Pak Martinus mendadak melepaskan kulumannya dan menepis tangan Amizah sambil berkata, “Eh anu bu.. emh emang harus?” “Ayo dong pak, kan tadi bapak udah sekarang saya yang manjain bapak.” “Anu.. emh gimana ya, sebenarnya pengen sih tapi saya belum berdiri, saking groginya.” Amizah menatap ke celana Pak Martinus dan terlihat tonjolan besar di tengahnya, kemudian dia berkata, “Loh itu apa pak sudah besar? udah ga perlu malu malu kan cuma kita berdua doang.” Amizah kemudian memaksa Pak Martinus agar melepaskan celananya dan terjadilah tarik menarik beberapa saat. Maklum saja Amizah memaksa karena dirinya sedang butuh dan sudah lama tidak diberi jatah oleh suaminya, Amizah berpikir “Masa yang ini juga lepas, ga boleh harus dapet sekarang.” Akhirnya Pak Martinus pasrah juga mendapati Amizah yang melepaskan kaitan celana dan menurunkan resletingnya, “Nah gini kan mudah.” Lalu Amizah menarik celananya turun hingga terlepas dan tinggal menyisakan celana dalamnya saja, terlihat tonjolan besar yang sangat menggoda dirinya, bahkan aroma dari kontol pun sudah bisa Amizah cium. “Aduh maaf bu saya ga bisa berdiri karena terlalu grogi.” “Apa sih pak maksudnya? Udah buka aja.” Amizah kemudian menarik celana dalamnya dalam sekali hentakan dan dia terkejut melihat kontol Pak Martinus yang kira kira sepanjang 17 cm dengan lingkar 8 cm dan itu pun masih lemas belum tegak berdiri, lalu Amizah bertanya, “Koq bisa pak?? Kan dari tadi bapak liat dan mainan dada saya.” Pak Martinus lalu menjelaskan, “anu bu, sejak dulu keluarga saya sangat agamis, terus dari kecil saya diajarin agar tidak ngaceng kalau ngeliat aurat perempuan, makanya dari tadi saya nafsu tadi susah ngaceng, karena sudah terlatih dari dulu.” “Tapi bapak pernah ngaceng??” Tanya Amizah. “Pernah saat belajar dulu, sejak saya usia 7 tahun saya diliatin foto perempuan sexy dan dilatih agar tidak ngaceng, sejak saat itu saya susah ngaceng dan setelah itu saya didaftarkan untuk jadi pendeta, begitu bu.” Mendengar cerita masa kecil Pak Martinus membuat Amizah merasa iba dan terbesit di kepalanya untuk membantu Pak Martinus agar kembali bisa ngaceng dan merasakan indahnya dunia, “Maaf nih pak, sebenarnya saya tidak ingin merusak iman bapak, tapi kalau boleh saya bantu, mau ga saya bikin bisa ngaceng lagi, soalnya kalau dimasukin pasti enak.. eh maksudnya pasti ga enak kan kalau susah ngaceng gitu.” “Boleh bu, saya juga sudah 1 tahun lebih tidak dipanggil gereja, mungkin karena ekonomi saya sulit dan penampilan saya terlalu biasa.” Amizah tersenyum dan berkata, “Sudah bapak ga usah pikirin masalah ekonomi, kan ada saya, sekarang bapak nyender aja di atas kasurnya, biar saya bantu.” Pak Martinus kemudian duduk di kasur dan memperhatikan Amizah yang membetulkan kembali gaun mininya dan naik ke atas kasur, Amizah merangkak mendekati Pak Martinus dan bersujud di hadapannya, Amizah genggam kontol besar dan lemas Pak Martinus kemudian mengocoknya perlahan sambil berkata, “relax ya pak, nikmati aja.” Beberapa kali Amizah mengocok sambil tersenyum, lalu setelah merasa batang kontolnya sedikit bergetar Amizah pun langsung mengulumnya, karena ukuran yang sangat besar jadinya Amizah hanya bisa mengulum dari ujung kepala sampai lehernya saja, kemudian bagian batangnya Amizah jilati perlahan dari bawah hingga lehernya, beberapa kali Amizah menjilati batang itu lalu mengulumnya lagi, berkali kali dia lakukan sampai terdengar desahan dari mulut Pak Martinus, “sshh aahh enak bu.” Namun kontolnya sama sekali tidak berdiri juga, ketika sudah cukup keras namun dengan cepat lemas lagi, “Koq gini ya pak? Padahal tadi udah cukup keras loh pak.” “Nah itu bu, saya juga bingung, apa jangan jangan saya ga bisa ngaceng lagi ya.” Sahut Pak Martinus dengan nada pasrah. Amizah lalu membetulkan rambutnya kemudian berkata, “Kalau cara ini ga bisa berarti bapak sama kaya suami saya, harus pake baju dinas saya dulu baru bisa ngaceng.” “aduh lingerie ya bu.. emh.. gimana ya.. duh ga usah deh bu, ngerepotin, emang saya aja yang ga bisa berdiri.” Kata Pak Martinus dengan rendah hati Namun dengan segera Amizah mendorong Pak Martinus agar kembali pada posisinya semula kemudian berkata “Pak, udah bapak diem dulu, tunggu saya disini, saya udah ada niat baik loh buat bantu bapak, masa ga dihargai.” “Iya deh bu, maaf kalau gitu.” Kata Pak Martinus kemudian kembali duduk santai di atas kasur sementara Amizah pergi ke kamar mandi yang ada di kamar kemudian terdengar suara air kran yang menyala, 5 menit kemudian Amizah kembali dengan gaun tidur yang sudah kering dan sebuah handuk dan mengeringkan mukanya, kemudian duduk di meja riasnya dan merias wajahnya dengan make up cantik namun sederhana, lalu pergi ke lemari untuk mengeluarkan mukena dari dalam lemarinya. Pak Martinus yang keheranan kemudian berkata, “Maaf bu, saya ga tau kalau jam segini masih ada Shal*t.” Katanya sambil melihat ke arah jam yang masih pukul 8 pagi. “Oh ini bukan buat Shal*t.” Jawab Amizah sambil mengenakan kerudung dan rok mukenanya kemudian dari dalam mukena dia keluarkan gaun tidurnya dan melepaskannya begitu saja, kini hanya tinggal Amizah dengan mukena yang tidak memakai pakaian apapun lagi di bagian dalamnya. “Terus kalau bukan buat Shal*t buat apa bu??” Tanya pendeta itu kebingungan. Amizah menjawabnya dengan tersenyum dan pergi ke atas kasur kemudian kembali merangkak ke arah pendeta tersebut, Pak Martinus yang melihat seorang wanita Musl*m memakai mukena dan merangkak ke arahnya membuat dirinya terangsang apalagi dia mengetahui bahwa dibalik mukena itu tidak ada apapun lagi. Benar saja kata Amizah, kontol Pak Martinus perlahan tegak berdiri hanya dengan melihat pakaian yang biasa dia pakai dinas. “Tuh kan pak, belum juga mulai kontolnya udah naik sendiri.. eh maaf jadi ngomong jorok.” Kata Amizah menggodanya dengan kalimat kotor dan menatap wajah Pak Martinus yang kegirangan kemudian dengan segera Amizah mengocok batang kontol perlahan kemudian langsung nyepong kontol itu dan melumatnya dari kepala hingga leher kontolnya.​

BAGIAN TIGA​
“Ahh.. ga masalah bu.. emang sebagai perempuan Musl*m harus ngomong jorok.. apalagi yang taat agama kaya ibu.. paling suka saya liatnya.. ahh.. sshh hahh enaak bu.” Sluurrpp.. sluurrpp.. sluurrpp.. puaahh.. Amizah melepaskan kontolnya lalu berkata sambil terus mengocok kontolnya, “Kalau gitu.. biar kontolnya saya sepong ya, pak Martinus silahkan nikmati.” sluurpp.. sluurrpp.. glokk.. glokk.. glokk bahkan Amizah pun dengan sengaja memasukan dan mengocoknya sampai mentok dan berkali kali mengenai ujung tenggorokannya. “ahh.. hahh.. enak buu.. sshh ahh.” Pak Martinus benar benar keenakan disepong sekaligus dikocok oleh tangan halus dan lembut milik Amizah. Amizah sedikit kaget merasakan kontolnya semakin membengkak dan memanjang di dalam mulutnya, sluurrpp.. sluurrpp.. puaahh.. “Wah tambah besar ya pak, tambah panjang juga.” “Iya bu, kayanya kelamaan ditahan.” Mendengar itu membuat Amizah antusias dan tidak sabar untuk segera dimasukan, maka dari itu dia pun inisiatif, “Masukin ya pak saya udah ga tahan, dah gatel banget.” “Masukin lagi ke mulutnya? Boleh.” Amizah tersenyum lalu jongkok di atas kontol Pak Martinus sambil berkata, “Ke memek pak hehe.” Pak Martinus pun terkejut dan untuk pertama kalinya dia bisa merasakan lembut dan basahnya memek selama hidupnya, perlahan namun pasti kontol besar itu perlahan masuk menelusuri dinding memek yang seolah memijat batang kontolnya, ”ahh.. aahh.. enaak bangeett buu.” “sshh aahh.. bapak juga enak bangeett aahh.. oohh shiitt.. penuh banget memek ku paakk.. kontol bapak besar dan panjang bangeett aaahh.. sa.. saya mau keluar paak.. aahh.. haaahh..” crott.. crott.. crott.. baru saja masuk seperempatnya namun Amizah sudah orgasme padahal hanya ditekan saja oleh dirinya sendiri. “Aduh maaf pak jadi basah, ga masalah kan.” Kata Amizah sambil mendiamkan dirinya sendiri, untuk menikmati sisa orgasmenya yang masih melanda. “engga apa apa bu, saya justru ngerasa anget, terusin aja bu.” Amizah lalu menarik nafasnya beberapa kali dan menenangkan dirinya sampai orgasmenya usai kemudian kembali menekan kontol berukuran 17 cm itu semakin dalam lagi, namun baru saja masuk setengahnya Amizah sudah kembali mengerang dan mendesah, “ahh.. ampuun paak kontol bapak enak bangeett.. oohh.. sa.. saya udah ga tahaan lagii.. aaahh..” crott.. crott.. crott.. Amizah pun ambruk di atas tubuh Pak Martinus dengan kontol yang masih masuk setengahnya. Kembali tubuh Pak Martinus merasa hangat karena semprotan orgasme Amizah dan Pak Martinus pun bisa merasakan nafas Amizah yang tersengal karenanya. Pak Martinus lalu mendorong Amizah untuk kembali ke posisi semula dan menyuruhnya untuk kembali meneruskan memasukan kontolnya. “a..ampun pak.. ga kuat lagi.. oohh..” Plakk!! Plakk!! “Terusin hahaha saya suka liat wanita Musl*m tersiksa.” Perintah Pak Martinus sambil menampar kedua toketnya yang besar. “i.. iya pak.” Kemudian Amizah yang masih ada sisa orgasme memaksakan dirinya untuk menekan kontol itu semakin dalam lagi, “aahh ga kuat paak.. ampuunn.. aahh aku keluar lagi.” crott.. crott.. crott.. Lalu saat Amizah akan ambruk lagi, tiba tiba Pak Martinus menahan tubuhnya dan membalikan posisinya, kini Amizah terbaring di atas kasur dan Pak Martinus mengangkat kedua kaki Amizah kemudian meletakan di pundaknya, “Hehehe sekarang giliran saya, memang saya belum pernah, tapi kalau masalah ini kayanya ga perlu belajar lagi bu hehehe.” Lalu Pak Martinus menggenjot memek Amizah dengan cepat dan keras hingga membuat Amizah mendadak merem melek karenanya. “Tu.. tunggu pak sa.. crott.. crott.. oohh.. sa.. saya masih orgas.. crott.. crott.. aahh.. ampuun paakk.. crott.. crott.. oohh.. stop.. stoop.. oohh.. crott.. crott.. udah dulu.. oohh.. ohh.. crott.. crott.. shiitt aahh.. ampuun paak.. crott.. crott.. oohh ga bisa berhentiii oohh.. crott.. crott.. enak bangeet ooh.. crott.. crott..” Amizah pun berkali kali orgasme setiap satu kali hentakan kontol besar dan panjang Pak Martinus yang mengenai dinding rahimnya dan seolah ingin masuk lebih dalam lagi. “Waduh kasurnya jadi basah kuyup hehehe maaf ya bu.” Pak Martinus lalu menghentikan genjotannya dan membiarkan Amizah menikmati orgasmenya sejenak, kemudian setelah menunggu cukup lama dirinya bertanya, “ngomong ngomong bu, boleh lebih besar lagi ga?” “Hah?! Bisa lebih besar lagi?? silahkan pak besarin lagi.” “ya bisa bu, orang ini bukan ukuran maksimal saya, kan dari kecil saya sudah belajar, jadi bisa saya besarkan lagi, tapi bu, saya takut memek ibu jadi rusak bu.” “Ru.. rusakin pak.. ga apa apa, saya juga ga peduli selama rasanya enak banget.” Jawab Amizah dengan cepat. “Baik bu, tunggu ya.” Setelah konsentrasi cukup lama bisa Amizah rasakan kontol Pak Martinus semakin memanjang dan semakin membesar lagi. “ahh anjing enak banget, oohh.. gila pak besar dan panjang banget kontol bapak, jauh banget sama kontol punya suami.” “Kalau boleh tau, punya pak Hamiz berapa centi bu?” Dengan malu malu Amizah menjawab, “Emh.. 7 cm pak hehehe.” Pak Martinus pun tertawa karenanya, “Pantesan ibu keenakan banget, ternyata punya bapak kecil banget ya, ya udah bu, sekarang dah maksimal nih ukuran dan bentuknya, siap kan?” Amizah mengangguk dengan sangat antusias dan Pak Martinus kembali menggenjotnya sangat cepat dan sangat kuat hingga membuat Amizah merem melek karenanya, sudah tidak terhitung berapa banyak Amizah orgasme namun Pak Martinus sama sekali tidak menunjukan tanda tanda akan orgasme, sampai akhirnya Amizah meminta ampun karena sudah tidak kuat lagi dan merasa seluruh tulangnya lepas dari tubuhnya, “Sudah ya pak hah hah ampun hah hah besok lagi.” Pintanya dengan nafas tersengal. “Wah bu padahal lagi enak enaknya, ya udah deh ga apa apa, kasian juga ibu udah banjir keringet sampai mukenanya basah semua, kasurnya juga udah basah banget kaya disiram air.” Amizah hanya tersenyum mendengar perkataannya, kemudian terlihat Pak Martinus seolah menarik nafas beberapa kali ketika Amizah bertanya ada apa tiba tiba crott.. crott.. crott.. crott.. Amizah mendadak orgasme sangat hebat sampai merem melek karena pak Martinus memaksa menarik kontolnya dengan sekali tarikan lalu menindih Amizah untuk menyusu dan cupang toketnya dengan tangannya yang menggesek dan mengocok klitoris Amizah yang sedang orgasme berkali kali. Saking enaknya Amizah sampai tidak bisa berkata dan hanya bisa merem melek sambil mendorong dan berusaha menepis tangan Pak Martinus dari klitorisnya walaupun tidak bertenaga sama sekali. Setelah 10 menit dipaksa orgasme tanpa henti dan Pak Martinus yang tidak puas puasnya menyusu toketnya, akhirnya Amizah bisa berkata juga dan langsung memohon pada Pak Martinus untuk menghentikannya karena benar benar sudah tidak kuat lagi. “ahahaha ga peduli bu, ibu harus bisa orgasme setengah jam lagi ya hahaha, saya senang liat wanita Musl*m tersiksa, apalagi tersiksa karena orgasme, pasti enak tapi tersiksa, iya kan hahaha.” “Ahh.. ahh.. crott.. crott.. ampuun pak.. crott.. crott.. saa.. saya ga kuat lagii.. crott.. crott.. aahh.. ampuunn!!” Lalu setelah meminta ampun tiba tiba tubuh Amizah tersentak dan jatuh terkulai tidak berdaya. Pak Martinus kaget yang melihat Amizah tiba tiba terkulai lemas dan tidak bergerak lagi, Pak Martinus lalu menghentikan aksinya dan memeriksa Amizah, “Hadeuh bikin kaget aja, ternyata pingsan, hebat ya pingsan aja bisa orgasme, dasar memang Musl*m haus kontol kaya gini nih.” Pak Martinus lalu memakai pakaiannya dan mengambil ponselnya kemudian memotret Amizah dari segala sudut untuk kenang kenangan lalu pergi keluar dan meninggalkannya sendirian di kamar, berhubung hujan sudah berhenti, Pak Martinus pun memutuskan untuk langsung pulang. Di perjalanan pulang Pak Martinus mengirimkan foto foto yang diambilnya tadi dan mengirimkannya ke nomor Amizah dengan maksud iseng, namun karena terburu buru dan tidak hati hati Pak Martinus tidak sengaja mengirimkan pada nomor Hamiz, wajar saja karena nama kontaknya Ibu Hamiz dan Bapak Hamiz sehingga membuat Pak Martinus keliru, dan yang membuat semakin parah, saat menghapus pesannya bukannya menekan hapus untuk semua Pak Martinus malah menekan hapus untuk saya sehingga dirinya tidak bisa melihat atau menarik kembali foto tersebut. “Duh mati gw, abis ini pasti gw kena marah.” [sementara di tempat lain] Setelah beberapa jam, Hamiz yang baru saja tiba di kamar tempat dia menginap selama bekerja di luar kota, kemudian dengan menahan lelah dan penat Hamiz merapikan pakaian di dalam koper untuk dimasukan ke dalam lemari, niatnya agar nanti bisa langsung istirahat tanpa pusing memikirkan pakaian. Baru saja selesai merapikan pakaian dan sudah sangat lelah, Hamiz pun menjatuhkan dirinya ke atas kasur dan berniat untuk segera tidur, namun dirinya berpikir, “Ah mending check hp dulu, kali aja ada WA dari istri.” Hamiz kemudian mengambil dan menyalakan ponselnya dan sekejap banyak sekali notifikasi dari kantor, teman, dan orang orang yang masuk ke dalam ponselnya salah satunya dari Pak Martinus, “Apaan nih pak Martinus kirim foto, pasti mau ngasih kabar kerjaannya.” Namun saat dibuka membuat Hamiz kaget melihat isinya, terdapat 10 foto istrinya yang sedang memakai mukena basah yang terbuka di bagian memek dan toketnya yang terkulai lemas tidak berdaya dengan cupangan di kedua toket dan lehernya juga memek dan kasurnya yang terlihat sangat banjir. Hamiz merasa panas, marah dan kesal namun semua itu kalah dengan rasa rangsangannya, entah kenapa melihat foto foto itu membuat nafsu Hamiz memuncak dan tenaga yang tadinya habis seolah ter-charge hingga full, Hamiz pun melepaskan celananya dan tiduran di atas kasur sambil mengocok kontol kecilnya sendiri dan melihat foto foto istrinya yang terkulai lemas, dirinya membayangkan kalau istrinya ngentot dengan seorang pendeta saat dirinya tidak ada dirumah, “oohh nakal juga ya kamu Amizah, diem diem ngentot sama pendeta oohh pak Martinus juga nakal, suruh jagain malah diewe oohh..” Desah Hamiz sambil mengocok kontolnya sendiri dan membayangkan istrinya ngentot dengan Pak Martinus. Baru saja beberapa kali mengocok Hamiz langsung orgasme sambil membayangkan dan melihat foto itu, baru kali ini Hamiz merasa orgasme terhebatnya, lalu Hamiz mencari tahu di internet kenapa dia seperti itu, ternyata itu yang disebut dengan cuckold dan Hamiz sangat menikmatinya, bahkan Hamiz pun ingin lebih dari itu, entah bagaimanapun caranya, lalu Hamiz berpikir tentang caranya dan berusaha mendapatkan cara agar istrinya mau ngewe dengan Pak Martinus lagi dan mengirimkan hasilnya padanya, namun karena sudah terlalu lelah ditambah dengan orgasme terhebatnya, Hamiz pun tidak kuat menahan matanya dan tertidur sambil masih memegang ponselnya.​