cersex ngentto dengan asisten di kosan

 

Namaku Aries Andi Susanto, kawan-kawan kecilku sering memanggilku Aas, suku jawa, tinggi 172, BB 70, kulit sawo matang khas jawa… kata kawan-kawan ga hitam-hitam amat mungkin karena aku memang cukup rajin merawat diri.

Soal Wajah, alisku tebal, hidung cukup mancung walau tak seperti orang arab namun untuk umumnya asia hidungku lumayan mancung, sedang yang banyak buat orang komen tertarik padaku adalah janggutku yang terbelah tengah ditambah senyum manisku yang katanya susah dilupakan.
Selesai kuliah, aku yang telah terbiasa jauh dari rumah sengaja pergi meninggalkan kota kelahiranku. Walaupun aku berasal dari kalangan keluarga yang boleh dibilang cukup namun aku tak ingin menggantungkan hidup pada kesuksesan orang tua.

Ini adalah penggalan kisahku yang ke II, dimana aku mulai merintis usahaku di bidang SPA dan Massage khusus Wanita.
Silahkan Baca Juga : BAGIAN I

Pagi itu aku sengaja berangkat pagi komplek ruko yang ada di beranda sebuah perumahan mewah. 3 pintu ruko ber lantai 3 sudah resmi aku beli secara lunas dan juga seluruh perizinan pembukaan dan hak usaha serta izin operasional usaha SPA khusus muslimah juga sudah ku kantongi.

Setelah 5 hari yang lalu aku membuka bursa lowongan kerja di media masa, sekitar 70 surat lamaran telah aku terima yang semuanya dialamatkan melalui email websitite SPA yang juga sudah mulai aktif di dunia maya.

Dari 72 email yang masuk, setelah ku analiasa secara serampangan, maka hari ini aku bermaksud memanggil 20 calon karyawan yang sengaja ingin ku seleksi sendiri untuk menempati berbagai posisi di tempat usaha yang benar-benar baru aku rintis ini seorang diri tanpa patner seorangpun.

Setelah memarkir kendaraan di halaman ruko yang cukup rimbun, aku mulai membuka pintu ruko yang semua serba otomatis. Aku hanya cukup membuka pintu utama maka seluruh pintu terbuka dengan sendirinya.
Sejenak aku mengamati ruang tamu yang ku konsep sendiri hanya dibantu oleh beberapa orang yang tak berkompeten untuk menata dan memasang properti, ruang yang sudah diatur sedemikian rupa dimana lantai pertama adalah ruang tamu, recepsionis dan ruang administrasi yang di setting dengan sempurna sehingga terkesan nyaman dan ramah.
Lantai dua adalah ruang SPA dengan berbagai varian ruang mulai dari yang terbuka hingga yang sangat privasi, sampai pada lantai 3 adalah kamar seluruh karyawati dan juga kamar utama yang kutempati, ruang istirahat yang mirip dengan ruang keluarga, dapur mini dan juga kamar mandi karyawati smua ada di lantai 3 ini. Sedang lantai 4 memang sengaja kubiarkan terbuka separo dan kubuat taman yang dilengkapi dengan kursi santai, air mancur dan juga beberapa sarana olahraga yang kuletakan di sebuah ruangan beratap dengan didnding semi terbuka.

Setelah smua aku kontrol dan aku anggap nyaris sempurna maka aku kembali ke lantai satu, kulihat jam menunjukan 08.45. yang artinya 15 menit lagi adalah jam yang ku tentukan untuk kedatangan para calon karyawati.

Benar saja baru saja aku membuka pintu utama kulihat telah berderet beberapa wanita berjilbab dengan map di tanganya. Maka semua kupersilahkan untuk mengisi formulir register melalui aplikasi di komputer yang telah kusediakan. Satu persatu para calon karyawan itu pun aku wawancara.

Tepat jam 2 siang, smua calon karyawati telah aku seleksi. Ada tiga orang yang aku anggap cukup siap untuk memenuhi kriteria calon karyawan yang aku tetapkan. Bahkan aku sangat tertarik dengan satu calon karyawatiku yang bernama Sintia, pengalamanya bekerja di sebuah salon muslimah dan juga lulusan dari perhotelan. Penampilanya yang anggun, keterampilan dan pengalaman sangat mendukung. Hingga pada soreharinya aku segera menghubungi sintia untuk datang lagi ke kantor tepat jam 7 malam.

Aku memang sengaja tidak pulang ke kostku. Lagian kamar di lantai 3 pun sebenarnya sudah 100% siap di tinggali. Maka tepat jam 18.45 aku lihat sebuah taksi berhenti didepan ruko dan seorang wanita yang sudah kukenal tadi siang datang langsung masuk ke rung tamu.
“Selamat malam pak” sapa sintia
“Malam sin… maaf aku sengaja memanggilmu malam ini karena aku butuh bantuan” kataku singkat
“siap dengan senang hati pak, apa yang bisa saya kerjakan”
Wow.. aku sangat terkesan dengan sikap sintia, maka segera aku kemukakan bahwa aku ingin megangkat sintia sebagai asistenku untuk menyeleksi seluruh calon karyawanku nanti termasuk apa saja yang perlu dilengkapi serta bagian apa saja yang harus diisi.

Maka malam itu benar-benar kami habiskan untuk berdiskusi secara panjang lebar serta membuat rancangan-rancangan yang akan di persiapkan, karena aku targetkan 5 hari kedepan tempat SPA Muslimah ini sudah siap untuk launcing.

Ternyata fellingku tepat, Sintia benar-benar siap, jam 3 pagi hampir seluruh pertanyaan yang aku sajikan telah berhasil sintia jawab dengan sebuah rancangan yang aku sendiri merasa takjub.

Maka malam itu aku persilahkan sintia untuk menempati kamarnya yang sudah siap, tepat bersampingan dengan kamar utama yang nantiya akan aku tempati.

“Sin.. malam ini aku anggap kamu telah mulai bekerja, maka seluruh hak dan kewajibanmu telah resmi aku bebabnkan kepadamu. Sesuai dengan hasil kesepakatan kita bahwa kamu siap tinggal selama 24 jam di tempat usaha ini” kataku menutup diskusi malam itu.

“Siap PAK, Besok pagi semua keperluanku akan aku bawa kesini pak, terimakasih atas kepercayaanya dan Insyalloh sintia siap membuat SPA Muslimah ini berkembang sesuai target”
Keesokan harinya sesuia scedul kami mempersiapkan semuanya, mulai memwawancarai para calon terapis hingga cleaning service dan semua berjalan sesuai yang direncanakan.

Jam 1 siang smua sudah beres,Sintia benar-benar cekatan dan aku semakin merasa tertarik serta ter bantu oleh sintia, dan aku melihat Sintia juga sangat menikmati profesi barunya.
“Sin, kita makan siang dulu yuk” ajaku
“makan dimana pak, apa ga sebaiknya pesan makanan lewat online aja?” jawab sintia.
“Kita makan diluar aja sekalian belanja”
“Ok, siap pak”

Maka kamipun memutuskan untuk mencari makan siang di restoran yang dekat dengan pusat perbelanjaan karena sekalian mau belanja untuk perlengkapan para terapis dan juga beberapa perlengkapan spa yang belum sempat di pesan melalui agen.

Aku memutuskan bahwa seluruh terapis yang akan bekerja di tempat spa khusus wanita ini menggunakan pakaian putih tipis juga berjilbab.

Selain karena aku menamakan spa khusus muslimah, aku juga ingin meyakinkan para pelanggan jika tempat spa yang kubuka nanti memang benar-benar untuk wanita sehingga tidak ada calon pelanggan pria yang mencoba untuk masuk.

Jam 9 malam kami meluncur pulang, sintia sengaja mengajaku mampir ke kostnya karena berencana mengambil beberapa perlengkapn pribadinya untuk di bawa ke tempat barunya.

Karena kost sintia memang model bulanan dan masih 20 hari lagi masa kontraknya habis, maka sintia memutuskan untuk mengambil perlengkapanya secara bertahap saja.
Begitu sampai di kost sintia smuanya sudah sangat sepi, selain karena memang tempatnya yang jauh dari keramaian, kost sintia yang memang model bedeng dengan pintu kamar langsung menghadap kehalaman membuat para penghuni kost akan menutup pintu kamarnya agar tidak terlihat dari luar.
Sintia mempersilahkanku masuk, kamar berukuran 3×4 dengan kasur berukuran singgle, lemari pakaian dan 2 kursi mirip kursi teras dengan 1 meja kecil.

Diluar hujan mulai turun, memang sedari sore mendung telah bergelayut di atas kota P ini. Setelah membuatkan secangkir teh sintia meminta izin untuk mandi.

Sintia yang memang berjilbab, bahkan jilbabnya cukup lebar masuk kekamar mandi dengan masih menggunakan jilbab. Setelah hampir 30 menit sintia kluar dengan pakaian lengkap. Sebuah baju terusan bermotif bunga dan jilbab putih lebar membuatnya begitu anggun dan cantik.

Sintia pun mempersilahkanku untuk mandi, dia mengambilkan beberapa lembar pakaian dari mobil. Ternyata sintia saat belanja tadi telah membelikanku beberapa lembar pakaian sekaligus dengan pakaian dalamku.
“Kapan belinya sin?, kok aku ga tau”
“ maaf pak, aku cek kemaren di lemari bapak sepertinya bapak belum membawa pakaian banyak. Aku pikir nanti bapak membutuhkan pakaian bersih” jawab sintia sambil tersenyum..

Aku smakin kagum pada sintia, sepertinya dia sangat perhatian dan begitu percaya padaku.
setelah selesai mandi, aku keluar, sintia langsung meminta pakaian kotorku untuk dimasukan ke kantong bersama pakaian kotornya yang akan dibawa ke mes tempat spa.

Hujan turun deras sekali diluar, ku lihat ada beberapa tas yang sudah mulai di isi perlengkapan pribadi sintia, namun karena hujan yang begitu deras tidak memungkinkan kami untuk membawa barang itu kemobil. Selain parkirnya yang cukup jauh, kami tidak ada payung untuk membawa baran-barang itu.

“gemana pak, apa barang ini aku tinggal dulu aja?” tanya sintia..
“biarlah sin, kita tunggu hujan reda saja” jawwabku
Waktu sudah menunjukan jam 23.15, hujan belum reda.. aku melihat sintia sudah beberapa kali menguap, selain karena capek seharian, malam sebelumnyapun kami sudah tidur larut malam.
“Pak kita tidur aja yuk” aja sintia
aku terbengong dengan ajakan sintia “Tidur dimana sin, kan tempat tidurnya Cuma satu kecil lagi”
Sintia tersenyum, sambil melepas jilbabnya, an rambutnya yang terurai panjang lurus dan sangat lebat..
aku benar-benar tidak berkedip melihat kecantikan sintia saat tidak berjilbab.
“aku tidur ya pak, kalau bapak mo tidur disini aja… masih longgar kok” sambil menepuk kasur di sebelah dia berbaring dan menyiapkan satu bantal seolah memang menyuruhku tidur di sampingnya.
tanpa pikir panjang, akupun merebahkan diri di samping sintia, sintia menghidupkan kipas dinding, lalu menutupi tubuh kami dengan satu selimut.
Aku pura-pura memejamkan mata, aku tak menyangka bakalan tidur satu kamar bersama sintia, dalam kasur yang cukup sempit ini. Setelah mematikan lampu utama, hingga hanya lampu kamar mandi yang tembus menyinari kamar dan terlihat remang dan romantis, aku rasakan tangan sintia memeluk perutku.

Akupun reflek menggenggam tangan sintia, tanpa suara kami berkomunikasi melalui sentuhan-sentuhan fisik.
Tubuhku ku balikan miring menghadapke sintia, wajah kami berhadapan, deru nafas sintia aku rasakan begitu hangat menerpa wajahku.

Aku kecup bibir tipis sintia, sintia membalas kecupanku dengan lembut. Aku belai rambut sintia yang lurus, hitam dan sangat tebal itu… entah apa yang ada dalam benak sintia, namun dia memang begitu tulus dan begitu percaya terhadapku.

Deru nafas sintia semakin keras, sesekali badan sintia berkidig menahan geli saat tanganku mulaimenyusup di balik baju terusan panjangnya yang sudah separoh terangkat sampai kepinggang, aku memang sedang mencari pengait BH sintia, sedang leher sintia aku cium tak tersisa.
Sesaat setelah kaitan BH terlepas, tanganku sengaja aku arahkan ke selakangan sintia, aku rasakan celana dalam sintia sudah mulai basah…

Aku susupkan tanganku se balik celana dalam sintia, dan jariku sengaja aku mainkan di clitoris sintia, sintia mendekap erat tubuhku… menahan nikmat yang mungkin baru kali ini ia rasakan.

Aku sengaja memainkan payudara sintia dari luar bajunya, namun karena BH yang sudah terlepas melorot, kini aku bisa merasakan puting sintia yang mulai mengeras walaupun masih tertutup pakaian tipisnya…

 

Rintihan sintia semakin menjadi, saat payudaranya aku gigit lembut dari luar pakianya, sedangkan bibir vaginanya aku mainkan dengan jariku…

“Oh…. pak…..oh…… sayang…….”
aku terus menggosokan jariku diantara clitoris dan sesekali menyibak bibir vaginanya.
Tubuh sintia mengejang, tanganya erat memeluku dan kepalaku di dekapnya hingga aku susah bernafas karena mulut dan hidungku tertutup oleh payudaranya yang kenyal.
Entah berapa kali badan Sintia mengejang, dilanjutkan tubuhnya berkidig, lalu dia menenggelamkan mukanya kedalam dadaku.

Aku rasa sintia baru sekali inilah mendapatkan orgasme, dia terlihat begitu malu… hingga aku memutuskan untuk memberinya kenyamanan tanpa memperdulikan libidoku.
Toh besok-besok kami akan tinggal satu atap, aku bisa kapan saja menuntaskan hasratku ini bersama sintia.

Sintia yang sepertinya sangat lelah, tertidur lelap dalam pelukanku… aku belai rambutnya, lehernya, sesekali paha mulusnyapun aku belai… sebenernya libidoku turun naik, saat menyentuh paha mulus sintia ingin rasanya kusemburkan hajat ini di pahanya. Namun sekali lagi aku mencoba meredamnya demi kenyamanan sintia,

Akhirnya akupun tertidur lelap sambil memeluk sintia.
Bersambung ke Bagian III