Alisya the series
KEDATANGAN BAPAK MERTUA
Tok… Tok… Tok…
“Assalamualaikum…”
“Ya sebentar!”
Dengan tergopoh-gopoh Alisyah meninggalkan masakannya menuju pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, tampak seorang pria paruh baya berpakaian sederhana tersenyum menyapanya. Alisha tampak shock melihat Bapak Mertuanya yang tiba-tiba sudah ada di depan rumahnya.
Pria itu bernama Hasan, Ayah dari Suaminya yang bernama Sigit. Sebagai menantu tentu Alisyah merasa sangat senang melihat kehadiran Bapak Mertuanya.
“Bapak! Ya Allah kok gak ngasi kabar kalau mau datang.” Keluh Alisyah.
“Bapak mau ngasih kejutan buat kalian.”
“Bapak bisa aja, gimana kabarnya Pak?” Alisyah mengamit tangan mertuanya dan mencium punggung tangannya.
“Alhamdulillah Bapak juga baik.” Ujarnya.
Kemudian Alisyah mengajak Mertuanya masuk, Alisyah yang berjalan lebih dulu tidak menyadari tatapan Hasan yang berada di belakangnya. Matanya melotot seakan mau melompat keluar menatap nanar kearah pantat bulat Alisyah yang di bungkus celana jeans berwarna putih, membentuk bulatan bokong Alisyah yang montok.
Sanking nafsunya, Pak Hasan sampai menjilati bibir hitamnya, tidak sabar ingin segera mendapatkan menantunya yang sudah lama ia sukai.
Setelah membuatkan minuman untuk mertuanya, Alisyah sempat mengabari Suaminya tentang Mertuanya yang saat ini sedang berada di rumah mereka. Sigit tampak bahagia mendengarnya, dan meminta Istrinya untuk menyambut orang tuanya dengan baik.
“Di minum Pak.” Tawar Alisyah.
Pak Hasan mengambil gelas minumannya sembari melirik kearah payudara Alisyah yang tampak menonjol di balik kaos biru yang ia kenakan. “Terimakasih Nduk, Bapak jadi merepotkan kamu.” Keluhnya.
“Kayak sama orang lain aja Pak! Oh ya, tadi aku sudah mengabari Mas Sigit katanya sore nanti dia pulang.” Ujar Alisyah.
“Beruntung sekali Sigit memiliki Istri cantik dan baik seperti kamu.” Puji Pak Hasan, sembari menahan gejolak hasratnya yang ingin menikmati tubuh molek menantunya yang sangat menggoda.
Wanita cantik bernama Alisyah Sigit Wijaya itu memang nyaris sempurna di mata para pria hidung belang. Bertubuh mungil, dengan bentuk tubuh bak gitar spanyol, dengan aset yang sangat menggoda. Walaupun Alisya memakai kaos longgar, dan hijab panjang yang menutupi bagian dadanya, tetap saja payudaranya terlihat menonjol sempurna.
Wajah yang cantik dengan bibir tipis membuat Pak Hasan tidak pernah bosan memandangi menantunya.
“Ibu kok gak di ajak Pak?”
Pak Hasan meletakan kembali minumannya diatas meja. “Sudah Bapak ajak, tapi Ibu gak mau ikut, katanya nanti saja kalau cucunya sudah lahir.” Ucapan Pak Hasan seakan menampar dirinya.
“Maafkan kami Pak.” Sesal Alisya yang tak kunjung memberikan cucu untuk mereka.
“Gak apa-apa, mungkin belum saatnya, yang penting kalian terus berusaha!” Nasehat Hasan. “Dsar Ibu kalian saja yang terlalu tidak sabaran!” Sambungnya, sedikit mencairkan suasana.
Mereka sempat berbasa-basi sejenak, selama mengobrol mata Pak Hasan tidak henti-hentinya menatap lekuk tubuh menantunya.
Menjelang magrib Pak Hasan yang sempat tertidur di kamarnya terbangun. Ia hendak ke dapur untuk mengambil minum, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara guyuran air dari dalam kamar mandi. Karena penasaran Pak Hasan mengendap-endap mengintip menantunya mandi.
Mata tua Pak Hasan membeliak, menatap nanar kearah tubuh telanjang menantunya. Di bawah guyuran air shower, tubuh indah itu menjadi santapan matanya.
Sementara Alisya yang tidak sadar, dengan santainya menggosok tubuh indahnya. Kedua telapak tangannya dengan telaten menggosok-gosok payudaranya yang berukuran jumbo. Putingnya yang besar tampak mencuat keras ketika kulit telapak tangannya bersentuhan dengan putingnya.
Tak tahan dengan pemandangan yang ada di hadapannya, Pak Hasan merogoh penisnya yang sudah sangat tegang di balik celana lusuhnya.
“Seksi sekali kamu Nduk.” Gumam Pak Hasan, seraya menatap Alisyah yang tengah menggosok vaginanya yang di tumbuhi rambut hitam yang tak begitu lebat. Jemari-jemari lentik itu dengan telaten membersihkan aset berharga nya itu.
Hampir setengah jam lamanya Pak Hasan mengintip kegiatan Alisyah yang sedang mandi. Tepat ketika Alisyah hendak mengakhiri ritual sorenya, barulah Pak Hasan buru-buru pergi meninggalkan Alisya.
Jam menunjukan pukul tuju malam, Sigit yang baru tiba dari sejam yang lalu tampak ikut ningbrung di meja makan. Sembari mengobrol ringan, mengingat masa kecilnya Sigit, mereka menyantap makan malam buatan Alisya yang di puji setinggi langit oleh Pak Hasan.
Selesai makan Sigit dan Ayahnya duduk di ruang keluarga sembari menonton tv.
“Istrimu belum hamil juga?” Pak Hasan memulai pembicaraan.
Sigit tampak malas menanggapinya. “Belum Pak, mungkin memang belum rejekinya.” Jawab Sigit, ia mengambil remot diatas meja dan mengganti Chanel tv.
“Kok bisa, padahal kalian menikah sudah tiga tahun.”
“Ya mau gimana Pak, kalau belum di kasih sama yang diatas.”
“Usaha dong Git, kamu sudah ke dokter belum? Siapa tau ada yang bermasalah.” Nasehat Pak Hasan, sembari menatap curiga kearah anaknya.
“Ngapain Pak! Tunggu saja, nanti juga kalau di kasih sama yang di atas pasti hamil kok.”
“Kamu harus ingat Git, Bapakmu ini sudah tua. Bapak pengen nimang cucu Git.” Pak Hasan sengaja menekankan kalimat menimang cucu, agar anak semata wayangnya ini mengerti kalau dirinya sudah sangat ingin memiliki cucu sama seperti teman-teman seusianya.
“Aku suda beberapa kali Pak ngebujuk Mas Sigit buat periksa.” Celetuk Alisyah yang tiba-tiba muncul dari samping Mertuanya.
Dengan sedikit membungkuk Alisyah meletakan kedua gelas kopi di atas meja. Pak Hasan yang berada di sampingnya dapat melihat jelas cetakan celana dalam menantunya yang malam ini mengenakan piyama berbahan katun.
Lalu Alisyah berpindah duduk di samping Suaminya yang tampak semakin tak nyaman. Sigit merasa di pojokan oleh kedua orang yang ia sayangi.
“Tuh Istri kamu aja mau periksa ke dokter!” Seru Pak Hasan di atas angin.
Sigit yang tidak tahan merubah posisi duduknya, menghadap Bapaknya. “Pak, ini masalah rumah tanggaku. Aku sebagai kepala keluarga berhak menentukan perlu atau tidaknya ke dokter.” Sanking kesalnya, ia meninggikan suaranya.
Pak Hasan terdiam setelah mendengar ucapan anaknya, sebenarnya ia sangat marah, karena Sigit berani membentaknya. Tapi ia menahan diri agar tidak terpancing emosi.
Tanpa berkata-kata lagi, Sigit segera meninggalkan Ayah dan Istrinya.
“Maafin Mas Sigit ya Pak.” Ujar Alisha merasa bersalah.
“Gak apa-apa kok Nak Alisya, Sigit itu anak bapak, sebentar lagi juga amarahnya mereda.” Alisya tersenyum mendengar uraian Pak Hasan.
“Di minum Pak kopinya, nanti keburu dingin.”
“Iya…”
“Aku tinggal ke kamar sebentar ya Pak.” Pamit Alisya.
Senyuman yang tadinya terukir di bibir Pak Hasan, berubah menjadi tatapan tajam saat Alisya beranjak pergi ke kamarnya. Pak Hasan mengurut penisnya dari luar celana yang ia kenakan. Lihat saja, kamu akan menyesal…
Di dalam kamar Alisya melihat Suaminya yang duduk bersandar diatas tempat tidurnya.
Sebenarnya Alisya ingin membahas kelakuan Suaminya, tapi ia urungkan karena takut akan membuat Suaminya semakin marah.
Alisya melepas jilbab hitamnya, membiarkan rambutnya terurai panjang hingga sepunggung. Sembari bercermin, ia menyisir rambutnya yang agak kusut dengan jemarinya.
“Sayang.” Dari belakang Sigit memeluk Istrinya.
Alisya menoleh, menatap wajah sang Suami. “Maaf ya Mas, kalau tadi aku berlebihan.” Ungkap Alisya, ia menyentuh pipi suaminya, sembari mengecup lembut bibir Suaminya.
Sigit semakin memperkencang pelukannya, seiring dengan ciuman mereka yang semakin panas.
Satu persatu Sigit melepas piyama Istrinya, memperlihatkan payudara sang Istri yang terbungkus bra berwarna merah maroon. Terlihat sangat seksi ketika dikenakan oleh Alisya.
“Maafin Mas juga ya.”
Alisya tersenyum sembari mengangguk. Kemudian Alisyah membantu suaminya melepas kaos yang di kenakan Suaminya, ia membelai dada bidang sang Suaminya yang selama ini memberikan kehangatan untuknya.
Jemari Sigit berlari ke punggung sang Istri, ia melepas pengait bra yang ada di belakang punggung sang Istri dan melempar bra yang berukuran 34DDD tersebut keujung ruangan.
“Ssstttt…” Alisya mendesis saat Sigit mulai melahap payudaranya.
Sembari mengusap payudara sang Istri, ia menarik pinggang Alisya, membawanya ketempat tidur. Alisya terbaring pasrah diatas tempat tidur, sembari merem melek ketika Sigit semakin intens merangsang puncak payudaranya secara bergantian.
Lidahnya menari-nari diatas puting Alisya, dan sesekali mengenyotnya dengan lembut.
“Oughk… Mas, aku gak tahan.” Rintih Alisya.
Ciuman Sigit turun menuju perut rata sang Istri, kedua tangannya dengan perlahan menarik celana piyama sekaligus dalaman sang Istri. Hingga tampak pubik vagina Alisya yang di tumbuhi rambut hitam yang terpotong rapi, hingga menambah keindahan vaginanya.
Segit membelai rambut kemaluan Istrinya, sembari mencium perut bagian bawah sang Istri. Reflek Alisya membuka kakinya semakin lebar, seiring wajah Suaminya yang terbenam diantara kedua kakinya.
“Oughk…” Tubuh Alisya menggelinjang nikmat.
Lidah Sigit menari-nari di bibir kemaluan Istrinya, ia menjilati dan menghisap pelan clitoris sang Istri yang tampak semakin membengkak.
Dengan kedua jarinya, ia membuka celana bibir kemaluan Istrinya yang masih rapat. Lalu menggerakkan jemarinya dengan perlahan maju mundur, menyodok pelan lobang senggama milik Alisya.
“Aahkk… Mas… Ssstt… Adek gak kuat mas…” Rintih Alisya.
Saat Alisya hampir mencapai klimaks nya, tiba-tiba Sigit mencabut jarinya dari dalam vagina Istrinya. Ia segera mengambil posisi misionaris. “Kamu sudah siap sayang?” Rayu Sigit.
Alisya mengangguk malu. “Mas… Ehmmm…” Rengek Alisya karena merasa di permainkan.
Tanpa kesulitan berarti Sigit membenamkan kemaluannya di dalam vagina sang Istri. Dengan tempo perlahan pinggulnya bergoyang maju mundur, memompa kemaluan Istrinya.
Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss…
Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss…
Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss… Plooookkkss…
“Aaahkk… Aaahkk… Mas! Aaahk… Ssstt… Ssstt… Oughk…” Erangan manja sang Istri membuat Sigit semakin bersemangat, dengan sekuat tenaga ia memompa vagina istrinya.
“Sayang, mas mau sampe…” Keluh Sigit.
Tubuh Sigit menggelepar ketika lahar panas miliknya tak lagi bisa ia tampung.
Crooootss… Crooootss… Crooootss…
Alisya yang sedang tinggi-tingginya terdiam sejenak, menatap wajah Suaminya yang tampak begitu puas setelah menembakkan spermanya. Dengan tatapan sayu, Alisya menggigit bibir bawahnya, membiarkan burung sang Suami meninggalkan sangkarnya.
Sigit berbaring di samping sang Istri sembari tersenyum menatapnya. “Mas puas banget, kamu juga puaskan sayang?” Alisya mengangguk lemah.
“Iya Mas aku sangat puas.” Bohong Alisya.
Harus di akui, Sigit Wijaya sangat pintar memancing birahinya. Tapi sayang Sigit tidak pintar dalam menuntaskannya, membuat batin Alisya tersiksa, karena di tinggal pas lagi enak-enaknya. Tapi sebagai seorang Istri yang baik, Alisya tidak ingin banyak menuntut, bisa memuaskan sang Suami itu sudah lebi dari cukup.
Setelah suaminya tertidur pulas, Alisya beranjak dari atas tempat tidurnya, memakai kembali pakaiannya lalu beranjak keluar dari dalam kamarnya.
Di luar tampak Pak Hasan masih sibuk dengan tv-nya. Mereka sempat saling menatap, Alisya malu setengah mati, karena ia yakin Pak Hasan pasti tau kalau ia habis main sama Suaminya. Walaupun tidak ada yang salah dengan aktivitas ranjang mereka, tetapi walaupun begitu Alisya tetap merasa malu.
“Mau mandi?” Sindir Hasan.
Alisya tersenyum kikuk, ia benar-benar merasa sangat malu. “Ke kamar mandi dulu ya Pak.” Selesai mengatakan tujuannya, Alisya buru-buru masuk ke dalam kamar mandinya.
Pak Hasan menarik celananya, tampak sang komandan sudah berdiri tegap, siap tempur kapanpun. Dengan penuh kebanggaan, Pak Hasan mengurut sang komandan agar bisa sedikit lebih bersabar. “Nanti kamu juga akan kebagian.”