[JKT48] INDAH : A WIFE DUTIES
- INI ADALAH CERITA FIKSI MENGENAI TOKOH FIKSI
- KESAMAAN NAMA, TEMPAT DAN WAKTU ADALAH KEBETULAN
- SEPENUHNYA MERUPAKAN IMAJINASI PENULIS TANPA DENGAN SENGAJA MENYAMAKAN DENGAN KEHIDUPAN TOKOH YANG SEBENARNYA DAN TIDAK MENCERMINKAN PERILAKU PADA TOKOH YANG SEBENARNYA
- SEMUA TOKOH ADALAH TOKOH FIKSI. KESAMAAN DENGAN TOKOH ASLI ADALAH KEBETULAN BELAKA
- MENGANDUNG MATERI DEWASA YANG TIDAK COCOK UNTUK SEMUA KALANGAN. LANJUT MEMBACA BERARTI MELEPASKAN PENULIS DARI SEMUA TANGGUNG JAWAB ATAS HAL YANG DITIMBULKAN KEMUDIAN.
- HANYA UNTUK PEMBACA YANG BISA MEMBEDAKAN BEDA DARI FIKSI DAN IMAJINASI DENGAN KEHIDUPAN NYATA. MOHON MENERUSKAN MEMBACA DENGAN BIJAK.
- DILARANG KERAS MENYEBARLUASKAN KARYA FIKSI INI TANPA SEIJIN PENULIS. PENULIS TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS HAL YANG TERJADI AKIBAT KARYA FIKSI YANG DISEBARLUASKAN TANPA IJIN.
Ballroom yang ada di lantai dasar hotel itu penuh dengan undangan serta peserta sebuah wisuda dari universitas yang ternama. Kursi kursi yang ditata rapi itu terisi penuh oleh keluarga para peserta wisuda yang sedang bergantian berjalan menuju panggung sebelum menerima bukti kelulusan mereka menjadi seorang sarjana disaksikan oleh keluarga dan teman teman mereka. suara tepuk tangan bergantian mengiringi setiap nama yang dipanggil untuk naik ke atas panggung.
DAri tempat duduknya Indah menatap sosok kakaknya yang melangkah naik ke atas panggung untuk menerima sertifikat kelulusannya menjadi seorang dokter.
Senyum mengembang terlihat di wajah wanita cantik itu saat ia bertepuk tangan dengan penuh semangat dan harus menahan diri agar itu tidak berdiri di kursinya saat melihat kakaknya berjalan kembali turun menuju tempat duduknya lagi.
Indah memalingkan pandangannya pada Romi, suaminya yang duduk di sebelah kanannya. Pria itu sedang menatap layar ponselnya. Romi yang merasakan tangan indah pada lengannya mengangkat wajahnya dari layar ponsel dan tersenyum canggung pada istrinya yang menatapnya dengan wajah bertanya tanya.
“Ada apa Bang?” Indah bertanya pada Roi di sela sela riuh rendah tepuk tangan karena acara wisuda itu akhirnya selesai juga malam itu.
“Wajah Romi terlihat ragu untuk sesaat ketika pria itu menekan tombol ponselnya. Ia menelan ludah sebelum ia menjawab pertanyaan istrinya itu.
“Dari Pak Rustam…” Mata Romi berpaling dari mata Indah yang perlahan melebar saat ia mendengar jawaban suaminya itu.
Pak Rustam? kenapa lagi Pak Rustam Bang? Dia ada dimana?” Wajah Indah sesaat mulai kehilangan senyum lebarnya saat ia mendengar ama pria yang menubungi suaminya itu.
“Dia nginep di sini!” Romi menjawab pertanyaan beruntun Indah yang meremas tangannya keras setelah mendengar jawabannya.” Dia buka kamar di sini setelah tau kita ada disini malam ini!”
“Tapi ini hari wisuda kakak aku Bang! Orang tua kita juga ada disini semua! Kita musti bilang apa sama mereka?” Indah tidak sempat melanjutkan kalimatnya karena ia sudah ditarik menjauh untuk ikut berfoto dengan kakaknya dan orang tua mereka di tengah ruangan yang sekarang sudah ramai itu.
Indah berusaha membuat wajahnya setenang mungkin saat lampu kilat terus bercahaya mengambil foto keluarga mereka. Mata Indah sesekali menatap Romi yang sedang menatap ponselnya dengan wajah kusut setelah menerima pesan di ponselnya itu.
Saat acara foto itu selesai dan perlahan ruangan itu mulai sepi Indah melangkah ragu kembali mendekati Roi. Wajah pria itu masih kusut saat ia menatap Indah yang sudah kembali mendekati dirinya lagi.
Mata Indah yang menatapnya dengan tatapan bertanya hanya dijawab dengan gelengan lemas yang juga membuat Indah mengerti keadaan dan jawaban atas pertanyaan yang tidak terucap pada suaminya itu.
“Aku gak tau musti gimana lagi Dek!” Romi menghela nafas panjang saat Indah berdiri diam tak bergerak di sebelah kursinya.
“Tangan Indah meremas pundak Romi.”Kita sudah tau ini akan terjadi waktu aku mau jadi istri kamu Bang!” Mata Indah sesaat terlihat berkaca saat Romi mengangkat wajahnya untuk menatap wajah istrinya itu.
“Maafin aku Dek!” Romi meremas tangan Indah saat wajahnya terlihat mulai lega dan bisa bernafas dengan normal lagi.
“Biar aku yang aturin orang tua kita dan kakak aku itu buat pulang dan gak nunggu kita Bang!” Indah melangkah menjauh mendekati keluarganya yang sedang berbincang dengan kenalan mereka.
“Bang Romi hubungin Pak Rustam saja!”
Romi menatap tubuh Indah yang mengenakan gaun hitam itu menjauh mendekati keluarganya. Ia melihat Indah berbicara sejenak sebelum keluarga istrinya itu mulai mengangguk dan melambaikan tangan mereka padanya sebelum keluar dari ruangan itu dan hilang dari pandangan Romi.
“Kamarnya di lantai dua puluh.” Romi berkata saat ia melangkah masuk ke dalam lift diikuti oleh Indah.
Hari sudah terlalu larut malam ketika perlahan lift itu membawa Romi dan Indah menuju lantai dua puluh bangunan hotel mewah itu.
Tubuh Indah terasa dingin ketika pintu lift itu terbuka di lantai yang mereka tuju.
Langkah kaki Indah terasa gemetar dan berat ketika ia mengikuti suaminya mencari nomor kamar yang Romi terima di ponselnya.
angka 2048 tertulis pada pintu kamar yang mereka tuju. Tangan Romi menekan bel di sebelah pintu besar itu. Indah menatap sekitarnya dengan gugup seakan takut ada orang yang mengenalinya sedang menunggu di depan sebuah kamar hotel saat waktu sudah hampir tengah malam.
Wajah seorang pria yang sudah lewat paruh baya, terlihat dari balik pintu ketika pintu kamar itu terbuka setelah beberapa saat.
Wajah pria bernama Rustam itu berseri seri saat ia melihat Romi dan Indah yang berdiri di belakang Romi.
Indah menunduk melangkah melewati Rusta masuk ke dalam kamar itu dan mendengar pintu kamar iu dikunci lagi saat ia sudah berada di dalam kamar itu.
Sebuah ranjang besar ada di dekat indah dan Romi ketika keduanya menunggu Rustam yang sudah mengikuti mereka masuk ke ruangan utama kamar itu.
Pria itu hanya mengenakan s jubah tidur putih yang hampir kesulitan menutupi perutnya yang membuncit.
Suasana kamar hotel itu langsung terasa tegang dan mencekam bagi Indah saat pria yang dipanggil Pak Rustam itu duduk dengan santai di atas sofa besar berhadapan dengan dirinya yang saat itu sedang berdiri gelisah karena Romi suaminya juga sudah duduk di sofa yang lebih kecil tanpa membawa dirinya untuk ikut duduk dengannya.
Rustam duduk santai sambil bersandar dan menumpagkan kakinya di hadapan Indah. Kaki pria itu terlihat kekar dan keras tanpa mengenakan celana panjang atau apapun untuk menutupinya.
“Makin lama main cantik aja istri kamu ini Romi!” Rustam tersenyum senang saat ia akhirnya berbicara karena Indah masih terus berdiri tanpa berkata apapun selain meremas gaun hitam yang ia kenakan. Mata Indah melirik suaminya yang tersenyum kikuk dan membungkukkan tubuhnya seakan berterima kasih pada pria yang baru saja berkomentar pada kecantikan istrinya itu.
“Udah terlalu malam ini! Kamu sudah pernah kan Indah?!” Rutam menatap jam dinding di tembok saat ia mulai tak sabar karena Indah masih terus berdiri tanpa melakukan apapun di hadapannya.
Mata Rustam menatap leher Indah yang bergerak gerak meelan lidah saat kedua tangan Indah bergerak perlahan mencari cari kancing yang ada di punggungnya.
“Kamu bantulah istri kamu Romi! Biar kita gak buang waktu!” Rustam berdecak tidak sabar pada Roni yang saat itu hanya duduk diam melihat Indah yang kesulitan menemukan kancing gaun yang ada di belakang tubuhnya itu.
Deru nafas Romi yang memburu terdengar jelas ditelinga Indah ketika suaminya itu berdiri di belakangnya sambil mulai melepas kancing gaun yang ada di punggung Indah.
Tubuh Indah menggigil saat udara dingin kamar itu terasa jelas di punggungnya saat semua kancing yang ada di belakang tubuhnya itu sudah dilepas oleh tangan Romi.
Mata Indah menyipit mencoba membuang pandangannya dari wajah Rustam yang terlihat sudah tak sabar itu. Tubuhnya tersentak kaku ketika tangan Roni menyentuh pundaknya dan mulai menurunkan tali gaun hitam yang tergantung di pundaknya.
Romi mendengar rintihan lirih istrinya ketika akhirnya gaun hitam yang menutupi tubuh Indah jatuh menumpuk di lantai melingkari kedua kaki Indah.
“Bang!” Indah merengek takut ketika tangannya ditahan oleh Romi yang melihat Indah ingin menutupi tubuh polosnya yang hanya tinggal mengenakan strapless bra serta celana dalam itu.
“Bawa deket sini Romi! Mata aku udah tua! Mana keliatan jelas kalo dia jauh gitu!
Walaupun Romi merasakan penolkan ketika ia mendorong tubuh Indah untuk melangkah mendekat ke tempat dudk Rustam tapi pria itu terus mendorong tubu Indah yang mulai sedikit meronta takut untuk melangkah mendekat tempat Rustam duduk menunggu.
Tangan Romi meremas pundak Indah ketika Indah terus meronta dan menolak dorongan suainya gar mendekati Rustam agar pria itu bisa melihat lebih jelas tubuh istrinya itu.
“Bang!” Sekali lagi rengekan lirih Indah terdengar saat ia merasakan gerakan jari Romi di punggungnya saat suaminya itu mencoba melepas kancing bra hitam yang ia kenakan.
Indah menahan nafasnya ketika bra yang tadi melekat kencang menutupi buah dadanya itu terlepas dan jatuh ke lantai menyusul gaunnya.
Wajah Indah terasa panas karena malu saat ia melihat tatapan penuh nafsu Rustam ketika dua bulatan di dadanya kini terlihat jelas di mata pria setengah baya itu.
“Dada kamu masih sama seperti dulu ya Indah! Suami kamu kurang perhatian ya sama kamu?!” Rustam berkomentar walaupun Indah sudah memalingkan wajahnya dari pandangan Rustam. Mata pria itu menikmati gerakan panik di dada Indah saat Indah sudah terlalu malu harus berdiri telanjang di hadapan pria tua itu.
“Kamu jadis suami kok gak ibsa merawat istri kamu sih Rom?” Rustan mengalihkan komentarnya pada Roi yang berdiri gugup di belakang Indah. Tangan Romi meremas pinggul Indah yang berdiri gugup setengah telanjang di depan Rustam itu.
“Ma Maaf Pak Rustam! Di kesempatan lain saya usahakan Indah bisa lebih baik Pak!” Suara jawaban gugup Romi terdengar di telinga Indah ketika Indah merasakan jari suaminya mulai menyusup ke dalam celana dalamnya.
— TBC —